INGIN IKLAN ANDA DISINI ?
Dapatkan Tawaran Menarik
Silahkan Kontak Admin
Terima Kasih


Tafsir Al Azhar Surat AN-NABA' -Surat An-Naba' (Berita yang besar) terdiri dari 40 Ayat. Surat ini diturunkan di Mekah. Buya Hamka seorang ulama yang multi talenta telah menyelesaikan karya besarnya yang dapat kita ambil pelajaran di dalamnya yaitu tafsir Al-Azhar. Pada kesempatan kali ini kami sampaikan kepada pembaca tafsir surat An-naba' dari ayat 1 sampai dengan 40
عم يتساءلون
عن النبإ العظي
الذي هم فيه مختلفون
كلا سيعلمون
ثم كلا سيعلمون
1. Tentang Apakah mereka saling bertanya-tanya?
2. Tentang berita yang besar,
3. Yang mereka perselisihkan tentang ini.
4. Sekali-kali tidak, kelak mereka akan mengetahui,
5. Kemudian sekali-kali tidak; kelak mereka mengetahui.

"Dari hal apakah mereka tanya-bertanya?" (ayat 1). Atau, soal apakah yang mereka pertengkarkan atau persoalkan di antara sesama mereka? Mengapa mereka jadi bertengkar tidak berkesudahan? Yang  mereka  tanya-bertanyakan,  yang  mereka persoalkan,  menjadi  buah  tutur  di  mana  mereka berkumpul sesama mereka, yaitu kaum Quraisy itu, ialah; 'Dari hal satu berita besar!" (ayat 2).

http://www.ponpeshamka.com/2015/12/tafsir-al-azhar-surat-naba.html
Adalah satu berita besar bagi mereka itu seketika Muhammad s.a.w. anak Abdullah, yang mereka kenal sejak dari masa kecilnya sampai masa remajanya dan sekarang telah meningkat usia lebih dari empat puluh tahun telah mengeluarkan suatu pendirian yang berbeda sama sekali daripada apa yang mereka harapkan. Dia mengaku dirinya mendapat wahyu dari Tuhan; Dia mengaku Malaikat Jibril diutus Allah menemuinya buat menyampaikan wahyu itu. Dan wahyu-wahyu yang disampaikannya itu sangatlah menggoncangkan masyarakat. 

Dia melarang menyembah berhala yang selama ini menjadi dasar agama kaumnya. Dan dia pun mengatakan pula bahwa di belakang hari yang sekarang ini, yaitu setelah kita mati, kita semuanya ini akan hidup kembali dalam alam lain yang bernama alam Akhirat. Di sana akan diperhitungkan amalan manusia. Dosa yang tidak akan diampuni, kalau tidak taubat betul-betul, ialah dosa mempersekutukan Allah dengan yang lain.

Mereka  tanya-bertanya,  berbisik  hilir  berbisik  mudik,  di  "Darun-Nadwah"  tempat mereka  biasa berkumpul, ataupun di dalam Mesjid, atau di mana saja. Yang jadi berita hangat ialah soal ini; soal al-Quran yang dinamai wahyu, soal Kiamat dan soal kebencian kepada penyembahan berhala. Itulah semua; "Yang telah mereka perselisihkan padanya." (ayat 3).

Niscaya perselisihan itu tidak akan putus-putus. Tanya-bertanya di antara yang satu dengan yang lain tiadakan terhenti, karena semuanya hanya akan memperturutkan pertimbangan sendiri;

"Jangan!" (pangkal ayat 4). Artinya tidaklah ada perlunya dipertengkarkan atau mereka tanya-bertanya dalam soal yang besar itu, karena; "Kelak mereka akan tahu." (ujung ayat 4). Tegasnya kalau mereka bertengkar atau tanya-bertanya dalam persoalan yang besar itu, sehingga keputusan tidak ada, namun akhir kelaknya mereka pasti akan tahu juga, atau segala yang mereka tanya-bertanyakan itu tidak lama lagi pasti menjadi kenyataan, karena ketentuan yang digariskan oleh Allah, tidak ada tenaga manusia yang dapat 'rnenahannya.

"Kemudian itu!" (pangkal ayat 5). Kemudian itu diperingatkanlah untuk kesekian kalinya, "Sekali-kali jangan!"  Bertengkar  bertanya-tanyaan  juga,  karena  tidak  akan  ada faedahnya  menggantang asap mengkhayalkan kehendak yang telah tertentu dari Allah dengan hanya meraba-raba dalam kegelapan jahil; "Kelak mereka akan tahu!" (ujung ayat 5).

Segala keragu-raguan  yang  menimbulkan  berbagai macam  pertanyaan  kian  sehari akan kian sirna, sebab al-Quran kian sehari akan kian jelas.

Menurut  suatu  riwayat  yang  dibawakan  oleh  ahli-ahli  tafsir,  soal  yang  Iebih  menjadi soal yang dipertanya-tanyakan di antara mereka, terlebih dari yang lain ialah soal dibangkitkan sesudah mati itu, (yaumal ba`ts).

Sebagai tersebut di dalam Surat 36 (Yaa-Siin) ayat 78, pernah ada di antara mereka yang memungut tulang yang telah lapuk dari tanah, lalu bertanya kepada Nabi s.a.w.; "Siapakah pula yang akan dapat menghidupkan kembali tulang-belulang ini padahal dia telah lapuk?" Sampai Nabi disuruh menjawab (ayat 79); "Yang akan menghidupkannya ialah yang menjadikannya pertama kali."

Kesimpulan dari ayat-ayat ini ialah, pertanyaan yang timbul di antara sesamamu itu kelak akan terjawab dengan sendirinya, karena wahyu akan turun lagi dan keterangan akan bertambah lagi, dan pembuktian pun akan diperlihatkan. Sebab itu bersedialah buat beriman.
ألم نجعل الأرض مهادا
والجبال أوتادا
وخلقناكم أزواجا
وجعلنا نومكم سباتا
وجعلنا نومكم سباتا
وجعلنا النهار معاشا
وبنينا فوقكم سبعا شدادا
وجعلنا سراجا وهاجا
وأنزلنا من المعصرات ماء ثجاجا
لنخرج به حبا ونباتا
وجنات ألفافا
6- Bukankah telah Kami jadikan bumi itu terbentang?
7- Dan gunung-gunung (sebagai) pancang-pancang?
8- Dan telah Kami jadikan kamu berpasang-pasangan?
9- Dan telah Kami jadikan tidur kamu untuk berlepas lelah?
10- Dan telah Kami jadikan malam (sebagai) pakaian?
11- Dan telah Kami jadikan siang untuk penghidupan?
12- Dan telah Kami bangunkan di arah atas kamu tujuh yang kokoh?
13- Dan telah Kami jadikan suatu pelita yang terang-benderang?
14- Dan telah Kami turunkan dari awan air yang bercucuran?
15- Karena akan Kami keluarkan dengan dia biji-biji dan tumbuh-­tumbuhan?
16- Dan kebun-kebun yang subur.


Dengan sepuluh ayat, dari ayat 6 sampai ayat 16 terbukalah kepada kita bagaimana caranya Allah mendidik dan membawa manusia kepada berfikiran luas, agar dia jangan hanya terkurung dalam batas-batas fikiran sempit, sehingga dia tidak tahu jalan mana yang harus dilaluinya supaya dia bertemudengan jawaban soal besar yang dipertanya-tanyakan itu.

Insafilah di mana engkau tegak sekarang, karena kehendak siapa engkau datang ke dalam hidup ini; "Bukankah telah Kami jadikan bumi itu terbentang?" (ayat 6).

"Bumi terbentang" – suatu ungkapan yang Maha Indah dari Allah sendiri. Boleh juga disebut bumi terhampar, laksana menghamparkan permadani, yang kamu Insan diberi tempat yang luas buat hidup di atas bumi yang dibentangkan itu. Untuk siapa bumi itu, kalau bukan untuk kamu? Dan segala yang ada di  dalamnya pun  boleh  kamu  ambil faedahnya.  Maka dalam kata-kata mihaada,  yang  kita artikan terbentang itu terasalah satu penyelenggaraan dan satu persilahan; ambillah faedahnya.

"Dan  gunung-gunung  (sebagai)  pancang-pancang."  (ayat  7).  Dijelaskanlah  pada  ayat ini kegunaan gunung. Kalau gunung tak ada, bumi tidak akan selamat dan tidak akan terbentang dengan baik. Karena angin  yang  selalu  berhembus  keras  akan  membongkar urat  dari  kayu-kayu  yang tumbuh  sebagai keperluan hidup itu. Dengan adanya gunung-gunung sebagai pancang itu, kokohlah hidup manusia. Dan misalnya habislah kayu-kayuan yang tumbuh di lereng gunung, ketika hujan turun meluncurlah tanah,  dan  keringlah  bumi yang  terbentang  itu  karena  tidak  ada  yang menghalanginya  lagi  dan terhalanglah hidup, karena erosi.

"Dan telah Kami jadikan kamu berpasang-pasangan." (ayat 8). Berpasang-pasangan, yaitu berjantan berbetina, berlaki-laki berperempuan, berpositif bernegatif, dengan demikian itulah Allah menciptakan alam ini seluruhnya. Ada berlangit berbumi, ada berawal berakhir, ada berlahir berbatin, ada berdunia berakhirat dan seterusnya. Maka dengan demikianlah Allah Yang Maha Tunggal menciptakan seluruh yang maujud dalam alam ini berpasang-pasangan. Yang berdiri sendiri hanya Allah!

"Dan telah Kami jadikan tidur kamu untuk berlepas Ielah." (ayat 9). Dengan demikian tenang kembali rohanimu dan jasmanimu yang sibuk selalu, bagi mengumpulkan kekuatan yang baru, sehingga tidur adalah kemestian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup.

"Dan telah Kami jadikan malam (sebagai) pakaian." (ayat 10). Menurut lbnu  Jarir  ath Thabari; "Gelap malam itu meliputi seluruh  diri kamu,  sehingga walaupun kamu bertelanjang tidak berkain sehelai benang jua, namun kegelapan malam itu sudah menjadi ganti dari pakaianmu." Dan menurut penafsiran daripada Ibnu Jubair dan as-Suddi; "Ketenangan diri karena nyenyak  tidur  untuk membangkitkan  tenaga  baru  untuk  hari esok,  serupa  juga  dengan  mengganti pakaian yang telah kumal dengan yang masih bersih."

"Dan telah Kami jadikan siang untuk penghidupan." (ayat 11). Setelah tadi malam beristirahat berlepas lelah, pagi-pagi badan dan jiwa menjadi segar. Setelah terasa segar mulailah bekerja dan bergiat lagi berjalan di atas bumi yang telah terbentang itu mencari perbekalan buat hidup, mencari rezeki, mencari makan dan minum. Itulah yang dinamai ma'aasya; Penghidupan. Dalam kata-kata susunan lain disebut juga ma'iisyah.

"Dan telah Kami bangunkan di arah atas kamu tujuh yang kokoh." (ayat 12). "Tujuh yang kokoh" ialah langit yang tujuh lapis. Dan kita pun tahu cara pemakaian bahasa Arab, bahwa kalau disebut kalimat tujuh yang dimaksud ialah banyak! Dan semua langit itu dibina oleh Allah dengan kokohnya. Ilmu pengetahuan  manusia  tentang  alam  telah  membawa kepada  keinsafan  bahwa  memang kokohlah bangunan angkasa luas itu, yang telah berjuta-juta dan juta-juta tahun diciptakan oleh Dia, Yang Maha Kuasa, namun cakrawala masih tegak teguh dengan jayanya, berdiri dengan kokohnya. Beredarlah dalam cakrawala itu berjuta-juta bintang dan satu di antaranya adalah bumi kita ini; dan kita pun hidup di atas permukaan bumi, di bawah naungan langit; "Dan telah Kami jadikan suatu pelita yang terang-benderang."  (ayat  13).  

Pelita  yang  terang-benderang  itu,  yang  hanya  satu,  yaitu  Matahari  telah memancarkan sinar yang terang-benderang, sehingga untuk tahu bagaimana sinar terang-benderangnya, bandingkanlah kepada malam hari, ketika matahari itu telah terbenam, telah kita ganti dengan berjuta- juta pelita kita sendiri, namun berjuta-juta pelita itu belum juga dapat menggantikan sinar  terang-benderang matahari yang meliputi alam di siang hari.

"Dan  telah  Kami  turunkan  dari  awan  air  yang  bercucuran."  (ayat  14).  Itulah  hujan yang selalu menyirami bumi; air bercucuran ialah hujan yang lebat, yang selalu membagi-bagikan air itu untuk hidup segala yang bernyawa.

Di dalam Surat 21, al-Anbiya' ayat 30 sudah diterangkan pula bahwa segala yang hidup di atas bumi ini,  baik  manusia  atau  binatang,  atau  tumbuh-tumbuhan  sekalipun  sangat bergantung  kepada air. Hujanlah cara pembahagian air yang paling merata dari Allah, buat mengisi sumur yang hampir kering, buat meneruskan aliran sungai-sungai dan mengalir terus ke laut, dan dari laut itu air tadi menguap ke udara buat menjadi awan atau mega, berkumpul untuk kembali menjadi hujan, dan turun kembali.

Demikianlah terus-menerus.

"Karena akan Kami keluarkan dengan dia." (pangkal ayat 15). Yaitu dengan sebab bercucurannya air hujan  tersebut  keluarlah;  Biji-biji  dan  tumbuh-tumbuhan."  (ujung  ayat 15). Banyaklah macamnya tumbuhan yang tumbuh berasal dari bijinya. Seperti lada, mentimun, kacang dalam segala jenisnya, jagung  dan  padi  dan  sebagainya.  Semuanya itu  dari  biji  atau  benih.  Sebelum disinggung  air  dia kelihatan tidak berarti apa-apa. Tetapi setelah dia kena air, timbullah dua helai daun yang tadinya tersimpul menjadi biji itu. Lain pula halnya dengan berbagai tumbuh-tumbuhan yang lain; yang akan hidup kembali setelah kena air ialah uratnya yang telah kering tadi. Air menjadikan dia basah, dan basah mengalirkan hidup pada dirinya buat menghisap air lagi yang ada tersimpan di dalam bumi.

"Dan kebun-kebun yang subur. " (ayat 16). Sudah sejak manusia mengenal hidup bercucuk tanam sebagai  lanjutan  dari  hidup  berburu  di  darat  dan  di  air,  kian  lama  kian teraturlah  cara manusia menanam dan kian jelaslah apa yang mereka pandang patut ditanam. Mulanya hanya sekedar mencari apa yang baik untuk dimakan. Misalnya dengan dikenal manusia gandum dan padi; lalu manusia pun membuat kebun atau sawah yang lebih teratur; karena akal yang telah lebih cerdas itu didapat ialah setelah banyak pengalaman. Lama-kelamaan didapati manusia pulalah tumbuh-tumbuhan lain yang bukan saja  untuk  dimakan,  malahan  tumbuh-tumbuhan  yang  pantas  ditenun jadi  pakaian.  

Maka dikenallah kapas dan kapuk dan idas-rumin dan kulit terap. Akhirnya pandailah manusia berkebun korma, berkebun anggur, berkebun jeruk, berkebun kelapa dan bersawah dan lain-lain, sampai kita kenal manusia berkebun getah, berkebun nenas buat diambil daunnya jadi serat rami dan benang.

Dari tiga ayat yang  bertali ini, ayat 14 sampai ayat 16  kita melihat usaha manusia menyesuaikan dirinya dengan alam pemberian Allah. Allah menurunkan hujan, manusia mengatur pengairan. Allah mentakdirkan biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan, manusia mengatur kebun-kebun dan sawah dan me­nyusunnya  menurut  keadaan  buminya.  Inilah dia  kebudayaan.  Sebab  itu  maka  usaha perkebunan disebut juga Kebudayaan; Agricuiture. Dan Tanah Sumatera Timur sebelum Perang Dunia Kedua yang penuh dengan perkebunan yang luas-luas itu, yang rakyatnya di bawah naungan raja-raja dan Sultan- sultan Melayu dinamai dalam bahasa Belanda; Culmurgebied, Daerah Kebudayaan!

إن يوم الفصل كان ميقاتا
يوم ينفخ في الصور فتأتون أفواجا
وفتحت السماء فكانت أبوابا
وسيرت الجبال فكانت سرابا

17- Sesungguhnya Hari Keputusan itu adalah satu waktu yang telah ditetapkan.
18- (Yaitu) hari yang akan ditiup padanya sangkakala, maka akan datanglah kamu berduyun-duyun.
19- Dan akan dibukakan langit; maka jadilah dia beberapa pintu.
20- Dan akan dihapuskan gunung-gunung; maka jadilah dia sarab belaka.


Dalam ayat 6 sampai ayat 16 diuraikan oleh Tuhan nikmatNya atas manusia di dalam alam yang ada di kelilingnya.  Bahwasanya  hidup  manusia  dalam  alam  ini  tidaklah  dibiarkan terlantar.  Sejak dari terhamparn  bumi  terpancangnya  gunung-gunung,  kejadian  manusia berpasang-pasangan, nyenyak tidur, gelap malam, terng siang, tujuh langit dan pancaran pelita agung sang Surya dan lebatnya hujan, semuanya itu adalah nikmat bagi manusia selama hidup di dunia ini, yang kalau manusia sadar akan dirinya, akan tahulah dia betapa besarn nikmat itu, sehinga dia dapat hidup nyaman di atas permukaan bumi ini. Dan bahwa hidup manusia kait-berkait dengan alam kelilingnya.

Tetapi jangan lupa! Yang awal mesti ada akhirnya. Bumi itu tidak akan senantiasa demikian saja. Akhirnya dia pasti hancur; dan yang sudah terang terlebih dahulu berjalan meninggalkan bumi ini ialah manusia  sendiri.  Kalau  ajal  manusia  telah  ditentukan,  ajal bumi  pun  telah  ditentukan pula.  Kalau ajalnya datang, satu apa pun tidak ada yang sanggup bertahan.

"Sesungguhnya  Hari  Keputusan  itu  adalah  satu  waktu  yang  telah  ditetapkan."  (ayat 17).  Hari Keputusan  itu  ialah  Hari  Kiamat,  dan  waktunya  telah  ditentukan  di  dalam ketentuan  Allah, tidak dikurangi dan tidak ditambah dan tidak pula ada yang mengetahui bila hal itu akan terjadi, selain dari Allah  sendiri.  "(Yaitu)  hari  yang  akan  ditiup  padanya serunai  sangkakala."  (pangkal ayat18).

Bertemulah beberapa ayat di dalam al-Quran tentang serunai sangkakala, atau terompet atau nafiri atau apa yang dinamai tetuang yang bila ditiup akan kedengaran melengking keras suaranya. Serunai itulah  pemberitahuan  bahwa  Hari  Keputusan  itu  telah  mulai datang;  "Maka  akan  datanglah kamu berduyun-duyun." (ujung ayat 18). Dengan demikian jelaslah bahwa tiupan serunai pertama itu adalah panggilan   untuk   berkumpul,   sehingga datanglah   manusia   berduyun-duyun,   rombongan   demi rombongan.

Tentang tiupan serunai sangkakala itu Syaikh Muhammad Abduh menulis "Tiupan dalam tafsirnya; Tiupan pada serunai tersebut adalah suatu ibarat bagaimana Allah membangunkan manusia daripada mautnya di hari kiamat itu kelak, yang dapat diambil perumpamaan yang cepat ialah tiupan bunyi terompet, sebagaimana tersebut pada ayat 68 Surat 39, az-Zumar, demi mendengar bunyi terompet itu mereka pun bangunlah lalu memandang ke sana ke mari dalam khidupan yang baru. Dan kita pun wajiblah percaya bahwa meniup serunai itu memang akan kejadian, dengan tidak perlu kita kaji pula bagaimana cara penghembusan atau peniupan itu dan apa barangnya."

Datanglah manusia berduyun-duyun berbondong-bondong ke tempat berkumpul yang dinamai mahsyar itu, tempat memperhitungkan amal dan usaha semasa hidup.

Keadaan pada waktu peniupan serunai sangkakala itu sudah lain: "Dan akan dibukakan langit; maka jadilah dia beberapa pintu." (ayat 19).

Dalam keadaan ilmu manusia yang seperti sekarang ini belumlah kita dapat mengetahui bagaimana keadaan langit yang akan terbuka itu. Sebab yang kita lihat pada langit di malam hari hanyalah bintang-bintang yang berserak-serak berjuta-juta banyaknya. Yang kita tahu langit yang kadang kadang kita namai ruang angkasa itu amat Iuas atau tinggi, tidak ada batasnya. Kononnya, bila manusia berangkat dari titik tempat tegaknya sekarang ini, (misalnya di rumah saya di Kebayoran), lalu berangkat secepat cahaya mengedari "kolong" langit ini, 12 juta tahun baru sarnpai kembali ke tempat tegak semula tadi.

Apakah ini yang bernama langit pertama? Dan apakah ini yang akan terbuka lalu terjadi beberapa pintu?  Ataukah  bintang-bintang  yang  banyak  itu  gugur  dan  terkisar  dari tempat  jalannya semula, sehingga   langit   ketirisan?   Atau   bolong?   Sehingga   hilanglah   daya   tarik   yang   menimbulkan keseimbangan dalam perjalanan alam ini? Lalu semua jadi kucar-kacir dan hancur luluh? WallahuA`lam!

Yang sudah terang, kalau langit sudah dibuka dan beberapa pintu sudah terjadi, maka perjalanan falak sudah berobah sama-sekali; dan tentu itulah yang bernama permulaan kiamat. "Dan akan dihapuskan gunung-gunung; maka jadilah dia sarab belaka." (ayat 20).

Tadi pada ayat 7 sudah dijelaskan bahwa gunung-gunung itu dijadikan oleh Allah menjadi pasak bumi, atau tiang-tiang peneguh, pemantap, sehingga manusia dapat hidup dengan tenteram. Kalau gunung-gunung tidak ada, bahaya besarlah yang akan menimpa. Manusia tidak akan dapat hidup di muka bumi lagi. Sebab tidak ada lagi yang akan mendinding angin berhembus keras. Ingat sajalah betapa kerasnya angin di laut ketika kita belayar. Sebab tidak ada yang menghambat angin itu. Dan gunung-gunung di tanah yang subur dapat menahan erosi, yaitu mengalirnya bunga tanah di bawah hujan sehingga tanah menjadi kering. Maka diterangkanlah dalam ayat 20 ini, bahwasanya setelah serunai sangkakala itu ditiup,  gunung-gunung  pun  menjadi  hapus.  

Lantaran  itu  maka  bumi  menjadi  rata;  tak  bergunung- gunung lagi. Sudah pasti manusia tidak dapat hidup lagi dalam bumi yang tidak bergunung! Yang ada hanyalah padang balantara belaka. Yang kelihatan oleh mata tidak gunung lagi, melainkan sarab yang disebut orang dalam bahasa asing fatamorgana; yaitu bayang-bayang dari panas yang sangat teriknya, menyerupai air yang sedang tergenang dan sangat jernih. Sehingga apabila kita haus, kita menyangka sesampai kita di tempat itu kita akan bertemu air. Padahal setelah datang ke sana, setetes air pun tidak akan ditemui.

Dan itulah yang telah diperumpamakan Allah atas orang-orang yang haus akan kebahagiaan  jiwa, padahal  tidak  menurut  tuntunan  yang  diberikan  Allah,  berjalan tengah kehausan di padang pasir, sebagai tersebut di dalam Surat 24 an-Nur, ayat 39.

Maka pada waktu itu langit tempat bernaung telah tembus dan berlobang-lobang menjadi banyak pintu. Gunung-gunung tempat berlindung dari dahsyatnya angin telah rata dengan tanah, sehingga pengharapan sudah menjadi fatamorgana belaka; disangka air, rupanya hanya pasir!

 إن جهنم كانت مرصادا
للطاغين مآبا
لابثين فيها أحقابا
لا يذوقون فيها بردا ولا شرابا
إلا حميما وغساقا
جزاء وفاقا
إنهم كانوا لا يرجون حسابا
وكذبوا بآياتنا كذابا
وكل شيء أحصيناه كتابا
وكل شيء أحصيناه كتابا
21- Sesungguhnya neraka jahannam itu selalu mengawasi.
22- Bagi orang-orang yang durhaka, adalah dia tempat kembali.
23- Akan tinggal mereka di sana beberapa huqub lamanya.
24- Tidak mereka akan merasakan dingin di sana dan tidak minuman.
25- Kecuali air mendidih dan air luka (nanah)
26- Suatu balasan yang setimpal.
27- Karena sesungguhnya mereka tidak mengharap kepada perhitungan.
28- Dan mereka dustakan ayat-ayat Kami, sebenar-benar mendusta.
29- Padahal tiap-tiap sesuatunya telah Kami kumpulkan di dalam kitab.
30- Sekarang rasakanlah! Maka tidaklah akan Kami tambahkan lagi, melainkan azab siksaan jua.


Pada  ayat  17  sampai  20  diterangkan  permulaan  atau  sebagai  pendahuluan  dari  Hari Kiamat. Hari Kiamat artinya Hari Berbangkit; dinamai juga Hari Keputusan. Karena pada waktu itulah Allah akan memutuskan perkara tiap-tiap makhlukNya; yang baik dan yang buruk. Maka mulai ayat 21 sampai 30 ini diterangkanlah akibat yang akan ditenma oleh hamba Allah yang durhaka.

"Sesungguhnya  neraka  jahannam  itu  selalu  mengawasi."  (ayat  21).  Atau  selalu menunggu  dan memperhatikan  orang-orang  yang  kufur  yang  akan  dilemparkan  ke dalamnya.  Lalu  pada  ayat selanjutnya diterangkanlah lebih tegas siapa yang akan masuk ke dalam itu; "Bagi orang-orang yang durhaka, adalah dia tempat kembali." (ayat 22). Thaghiin kita artikan saja secara ringkas dengan orang- orang yang durhaka, meskipun isi makna mungkin lebih jauh dari itu. Sebab kata Thaghiin itu adalah satu sumber (mashdar) dengan thaghut, yang berarti orang atau barang yang dipuja-puja dan diagung- agungkan sehingga karena itu dia sombong dan berlaku sesuka hati. Sebab itu pula maka diktator atau orang  yang  bersimaharajalela  karena  kekuasaan  dinamai  juga  Thaghiyah. 

Lantaran itu  dapatlah difahamkan bahwa orang yang Thaghiin, yang akan masuk ke dalam neraka jahannam itu ialah orang yang  hanya  memperturutkan  kemauan  sendiri,  tidak mau  menuruti  aturan  yang umum;  tidak  mau memakai peraturan Allah dan peraturan Rasul. Orang beriman memakai Kitab Allah menjadi pedoman hidup, namun orang yang Thaghiin itu Kitab Allahnya ialah genggaman tinjunya. lbarat orang bermain bola di tanah lapang menurut aturan-aturan yang tertentu, namun bagi dia peraturan itu tidak perlu; yang perlu ialah bola itu masuk, walaupun dengan dihantarkan ke muka gawang dengan pistol di tangan kanan dan bola itu di tangan kirinyanya.

Seluruh manusia mengatakan kemasukan bola cara demikian tidak sah namun dia sendiri mengatakan sah; sebab dihantarkannya sendiri dengan pistol!

Orang yang semacam itulah yang dalam bahasa Arab disebut Thaghiin. Maka orang yang tidak perduli peraturan Allah dan Rasul, hanya peraturan buatannya sendiri, orang semacam itulah yang tempat kembalinya neraka jahannam.

"Akan tinggal mereka di sana beberapa huqub Iamanya." (ayat 23). Dalam ayat 60 daripada Surat 18 (al-Kahfi) ada dituliskan bahwa Nabi Musa mau berjalan kaki, walaupun sampai satu huqub; dia tidak akan  berhenti  sebelum  bertemu  dengan  guru  yang  dicarinya  itu (tengok dalam Juzu' 15). Maka terdapatlah arti satu huqub menurut orang Arab ialah sekira 80 (delapan puluh) tahun. Sekarang dalam ayat ini bertemu kata jama' daripada huquban, yaitu ahqaba. Artinya akan menderitalah orang yang durhaka  itu  terpendam  dalam neraka jahannam  berkali-kali  delapan  puluh  tahun  atau  sebagai ditafsirkan oleh al-Qurthubi; "Kinayatun `anit ta'bidd"; sebagai kata ungkapan dari kekekalan. Bila telah masuk, payah akan keluar lagi.

Tidak mereka akan merasakan dingin di sana." (pangkal ayat 24). Artinya ialah panas selalu, tidak sekali jua merasakan dingin; "Dan tidak minuman." (ujung ayat 24). Artinya bahwa segala minuman yang akan dapat menghilangkan dahaga tidaklah akan diberikan di sana; "Kecuali air mendidih dan air luka (nanah)." (ayat 25). Tentu haus tidak akan lepas kalau yang disuruh minum ialah air mendidih, air menggelagak, yang akan menghanguskan perut. Dan nanah atau air bekas luka dalam, sebangsa mala yang mengalir dari tubuh mayat yang terlambat dikuburkan, itu pun bukan melepaskan haus melainkan menambah azab.

"Suatu balasan yang setimpal." (ayat 26). Artinya bahwasanya azab siksaan yang demikian pedihnya dan dahsyatnya adalah setimpal belaka dengan dosa yang telah dibuat selama hidup di dunia. Dosa karena melanggar apa yang ditentukan Allah.  Yang  disuruh  tidak dikerjakan,  yang  dilarang  tidak dihentikan.  Sehingga  jalan  mengelak daripada siksaan yang demikian itu, di Akhirat nanti sudah tak ada lagi. Kalau hendak mengelak­ kannya, maka kesempatan hanyalah ada selama ada di dunia ini juga. Kalau bukan dengan maksud agar hamba  Allah  dari  sekarang  jua  mengelakkan  azab  yang seperti  itu,  tidaklah  ada perlunya  Allah menerangkannya di dalam wahyu dari sekarang. Karena pada hakikatnya lebih mudahlah di waktu hidup di dunia ini mengelak dari dosa, daripada setelah di Akhirat mengelakkan dari neraka.

Pada ayat yang selanjutnya diterangkan mengapa azab sebesar itu? Dan mengapa dikatakan siksaan yang demikian adalah azab yang setimpal?

Tuhan menjelaskan: "Karena sesungguhnya mereka tidak mengharap kepada perhitungan." (ayat 27). Mereka tidak mempunyai harapan buat hari depan. Mereka tidak percaya bahwa segala amalan baik ataupun buruk di dunia ini kelak akan diperhitungkan di hadapan mahkamah Ilahi. Oleh sebab itu kalau mereka berbuat baik, bukanlah karena mereka mengharapkan mendapat ganjaran pahala dari Allah, dan kalau mereka berbuat yang jahat tidaklah mereka percaya bahwa kejahatannya itu diketahui oleh Allah dan akan diberi siksaan yang setimpal. Habislah dunia hingga ini, tidak ada sambungannya lagi.

"Dan mereka dustakan ayat-ayat Kami, sebenar-benar mendusta." (ayat 28). Kalau disebut kata jama' aayaatina, artinya bukanlah satu ayat, melainkan banyak ayat-ayat. Dalam bahasa kita menjadi ayat- ayat Kami. Ayat ada yang berarti tanda kebesaran Tuhan, seumpama gerhana matahari, atau anak lahir ke dunia kembar empat dan lain-lainnya. Itu adalah ayat Allah yaitu tanda bahwa Allah Maha Kuasa.

Maka si Thaghiin itu tidak mau percaya kepada Allahh, padahal tandanya sudah kelihatan. Atau ada orang kaya-raya tiba-tiba jatuh miskin, atau orang berpangkat sangat tinggi, tiba-tiba jatuh tersungkur dari jabatannya; itu pun ayat Allah. Namun si Thaghiin itu tidak juga mau insaf. Dan ayat pu boleh diartikan perintah Tuhan yang disampaikan oleh Rasul-rasul Allah, sejak dari Nuh sampai kepada Muhammad s.a.w.; si Taghiin tidak juga mau perduli. 

Dan al-Quran pun tersusun daripada 6236 ayat; itu  pun  tidak  dipercayainya!  Sama  sekali ayat-ayat  Allah  itu  didustakannya,  atau dengan mulutnya, ataupun dengan perbuatannya, atau dengan munafiknya; percaya mulutnya, hatinya tidak. Ini sama sekali adalah mendustakan; sebenar-sebenar mendustakan.

"Padahal tiap-tiap sesuatunya telah Kami kumpulkan di dalam kitab." (ayat 29)

Ayat ini boleh diartikan dua; Pertama tidaklah patut mereka mendustakan, kerana semuanya telah tertulis dengan jelas. Atau tidak patut mereka mendustakan, karena akal mereka yang murni atau yang dinamai fithrah tidak akan menolak kebenaran dari Tuhan itu. Hati nurani manusia tidak dapat menolak ayat-ayat Tuhan itu, karena dia telah terkumpul dalam kitab. Yaitu kitab-kitab suci yang dibawa Nabi- nabi, atau kitab pada alam terbuka ini, sebagaimana telah diuraikan dalam ayat-ayat 6 sampai ayat 16 di atas tadi.

Arti yang kedua ialah bahawa manusia tidak akan dapat mengelakkan diri daripada perhitungan Allah yang sangat teliti di Akhirat kelak. Sebab segala sesuatu yang telah dikerjakan oleh manusia, buruknya dan baiknya, semua sudah tertulis di dalam kitab di sisi Tuhan. Ada malaikat-malaikat yang mulia, yang disebut kiraaman kaatibiin (lihat Surat 82, al-Infithaar, 11) yang selalu menuliskan segala sesuatu yang telah diamalkan oleh manusia, sehingga mereka tidak memungkirinya lagi.

"Sekarang rasakanlah!" (pangkal ayat 30). Yaitu bila datang Hari Pembalasan (Yaumal Jazaa!) itu. Disaat itu kelak tidaklah akan dapat manusia berlepas diri lagi; "Maka tidaklah akan Kami tambahkan lagi, melainkan azab siksaan jua." (ujung ayat 30). Artinya, bahwa sesampai di dalam neraka jahannam itu janganlah mengharap azab akan dikurangi, melainkan  sebaliknyalah  yang akan terjadi, yaitu  penambahan  azab,  berlipat-ganda, dan terus,  dan terus.

Ada   orang   yang  dengan  semena-mena mencuba menggoncangka  kepercayaan Islam dengan menyebutkan bahwa ayat-ayat yang seperti ini adalah membuktikan bahwa Allah yang digambarkan oleh orang Islam itu adalah kejam!

Seorang Islam yang tidak mengerti serangan teratur yang tengah dilakukan oleh pemeluk agama lain kepada Islam untuk menggoncang Iman kaum Muslimin, tidak dapat membantah tuduhan tersebut, lalu merasa pula kalau-kalau Allah itu kejam. Padahal ayat-ayat seperti ini sangat memberikan bukti bahwa Allah itu tidak kejam! Kalau kejam semata-mata kejam, tidaklah akan diperingatkannya kepada hamba- hambaNya dengan perantaraan Nabi-nabi-Nya, agar hamba-hambaNya ingat keadaan azab itu, supaya si hamba menjauhkan diri daripadanya. 

Karena selama hidup di dunia inilah saat saat yang semudah-mudahnya untuk mengelakkan azab siksaan yang pedih itu, dengan cara mengikuti pimpinan yang disampaikan Allah dan dibawakan oleh Rasu-rasul. Padahal sebelum azab neraka di Akhirat, kerapkali manusia telah menerima panjar azab seketika di dunia ini juga. Misalnya azab karena kusut fikiran, kacau akal, tergoncang urat saraf dan sakit jiwa, yang semuanya itu berasal daripada sebab pelanggaran garis-garis yang telah ditentukan oleh Tuhan.
إن للمتقين مفازا
حدائق وأعنابا
وكواعب أترابا
وكأسا دهاقا
لا يسمعون فيها لغوا ولا كذابا
جزاء من ربك عطاء حسابا
رب السماوات والأرض وما بينهما الرحمن لا يملكون منه خطابا

31- Sesungguhnya bagi orang-orang yang bertakwa ada tempat kemenangan.
32- Taman-taman dan anggur-anggur.
33- Dan perawan-perawan muda yang sebaya.
34- Dan piala-piala yang melimpah-limpah.
35- Tidak akan mereka dengar padanya kata-kata yang sia-sia dan tidak pula kata-kata dusta.
36- Ganjaran dari Tuhan engkau; pemberian yang cukup tersedia.
37- Tuhan dari sekalian langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, Yang Maha Murah. Tidaklah mereka berkuasa berkata-kata kepadaNya.



Selalu al-Quran mengadakan timbalan di antara ancaman dan bujukan, atau siksaan dengan kurnia.

"Sesungguhnya  bagi  orang-orang  yang  bertakwa  ada  tempat  kemenangan." (ayat  31). Ketakwaan, artinya usaha selalu memelihara hubungan yang baik dan mesra dengan Allah, sehingga hidup di dunia diatur  dengan  melaksanakan  perintah  Ilahi  yang  tidak  berat  itu dan menjauhi apa yang dilarang; menyebabkan selamat perjalanan hidup itu sampai kepada  akhir  umur. Di Akhirat kelak  telah disediakan baginya Mafaza; tempat berdiam dari orang-orang yang telah menang dalam menegakkan kebenaran.

Tempat kemenangan itu ialah; "Taman-taman dan anggur-anggur." (ayat 32). Kebun-kebun yang subur, penuh dengan tumbuh-tumbuhan, kembang-kembang berbagai warna disertai buah-buahan yang lazat citarasanya adalah tempat nikmat itu. Dan di antara buah-buahan yang banyak berbagai ragam, ada satu yang istimewa, yaitu anggur-anggur. Karena anggur itu kecil mungil dan bijinya tidak mengganggu. "Dan perawan-perawan muda yang sebaya." (ayat 33).

Taman-taman yang indah berwarna-wami, disertai buah-buahan yang lazat cita barulah lebih berarti sebagai tempat orang yang menang dalam perjuangan menantang hawa nafsu dalam hidup di dunia ini, kalau  di  dalamnya  terdapat  pula  gadis-gadis  perawan  muda, yang  di  dalam  bahasa Arab disebut kawa`ib sebagai jama' dari ka`ib, yang berarti gadis remaja yang susunya masih tegang. Dan mereka banyak, sebanyak diperlukan, dan usia mereka boleh dikatakan bersamaan belaka. Ditambah lagi; "Dan piala-piala yang melimpah-limpah."(ayat 34).Oleh sebab minuman senantiasa diedarkan dan tidak pernah kekurangan, sehingga seketika mengisikan dan tempatnya ke dalam piala, sampai melimpah karena penuhnya.

Niscaya  datang  pertanyaan; "Apa di syurga ada minuman keras?""Tentu  bukan  minuman yang menyebabkan mabuk dan hilang akal sebagai di dunia ini."

Kemudian datang lagi ayat berikutnya yang membedakan suasana syurga dengan suasana dunia ini; "Tidak akan mereka dengar padanya kata-kata yang sia-sia dan tidak pula kata-kata dusta." (ayat 35).

Tepat sekali ayat 35 ini sebagai pengiring dari ayat 34 yang menerangkan bahwa di taman-taman dan kebun-kebun  yang  indah  itu  dilengkapi  dengan  perawan-perawan  jelita yang susunya  masih padat perawannya belum rusak, dan mereka banyak dan sebaya semua. Di dalam dunia ini kalau terdapat tempat yang demikian, di sanalah bersarangnya segala nafsu kelamin yang cabul, yang disebut sex.

Jika di dunia ini taman-taman cinta birahi yang kaya dengan segala buah-buahan dan anggur, minuman berbagai rupa, perempuan cantik yang menggiurkan dan menimbulkan nafsu, barulah meriah bila orang telah mabuk-mabuk. Orang meminum tuak dan segala minuman keras ialah untuk menghilangkan rasa malu di dalam berbuat segala macam kecabulan. Keluarlah di sana segala perkataan kotor dan jijik.

Maka  suasana  dalam  syurga  bukanlah  demikian  halnya.  Bila  disebutkan  gadis-gadis remaja dan perawan-perawan sebaya itu, rasa seni dan keindahanlah yang tergetar, bukan hawa nafsu kelamin.

Karena  soal  syurga  bukanlah  semata  menghidangkan  pemuas  kelamin.  Karena  nafsu kelamin itu apabila telah terlepas sehabis bersetubuh,  kepayahan  dan  kelelahan badanlah yang  tinggal. Lalu menggerutu menyesali tenaga yang habis. Dan apabila diri telah mulai tua dan tenaga mulai hilang, walaupun bagaimana seorang gadis remaja memperlihatkan badannya di muka si tua itu, syahwat tidak tergerak lagi, sehingga timbullah kegemasan karena mulai "menghidupkan" alat yang telah mati. Di saat demikian timbullah kemarahan dan kemendongkolan perempuan itu, sebab nafsunya tidak dapat dilepaskan oleh si tua.

Lantaran itu sekali-kali tidaklah serupa nikmat kediaman di syurga itu dengan "nikmat" yang dirasakan di dunia sekarang ini. Orang tua 75 tahun karena dia kaya-raya berbini muda usia 20 tahun' di dunia ini sama dengan hidup di neraka! Yang ada dalam syurga adalah kedamaian  fikiran, ketenangan dan tenteram,  tidak  mendengar  kata-kata  sia-sia, sebagai banyak terdengar di dunia ini dan tidak pula mendengar kata-kata bohong, yang selalu dipergunakan orang untuk suatu kesenangan dan kemegahan bagi sendiri. Sehingga dapat dikatakan bahwa kesenangan duniawi, barulah didapat bila mau korupsi!

Diingatkan sekali lagi, bahwa-semuanya ini adalah;"Ganjaran dan Tuhan engkau.'' (pangkal ayat 36). Disebutkan ini agar kita dapat memperbedakannya dengan kepelisiran di dunia, yang sebahagian besar bukan karena ganjaran Tuhan, melainkan ganjaran syaitan, yang akhirnya bukan nikmat, melainkan niqmat; alangkah jauh bedanya di antara nikmat dengan niqmat; "Pemberian yang cukup tersedia." (ujung ayat 36). Artinya tidak pernah kering, tidak pernah tohor, seimbang di antara tenaga diri yang diberikan Allah dengan nikmat yang tersedia di luar diri itu. Bukan seperti yang terdapat di dunia tadi; seumpama kepelesiran yang berganda-lipat, dengan gadis-gadis remaja yang menggiurkan, namun bagi seorang yang usianya telah tua, hanya menyebabkan tetes air liur saja.

Pada ayat 37 Allah menyatakan siapa diriNya dan bagaimana luas sifat RububiyahNya;

"Tuhan dari sekalian langit."(pangkal ayat 37). As-Samaawaati adalah kata jama' (banyak) dari as- Samaa'. As-Samaa' artinya satu langit. As-Samaawaati artinya beberapa langit. Karena telah tersebut di dalam al-Quran sendiri bahwa langit itu sampai tujuh banyaknya, lalu penafsir mengartikan dengan sekalian langit atau beberapa langit. Begitulah penterjemahan bahasa yang dapat dipakai oleh penafsir ini. Karena pemakaian kata jama' dari baitun yang berarti satu rumah, jama'nya ialah buyuutun yang berarti banyak rumah. Dalam pemakaian kata sehari-hari bahasa Indonesia dan bahasa Melayu banyak rumah disebut rumah-rumah.

Kitaabun untuk satu buku. Kutubun untuk banyak buku; dalam bahasa kita disebut untuk banyak; buku-buku. Tetapi untuk langit kalau banyak tidak dapat disebut artinya menjadi langit-langit. Karena langit-langit artinya bukanlah langit yang banyak, melainkan di dalam mulut kita yang sebelah ke atas! Itu sebabnya maka Samaawaati selalu saya artikan sekalian langit. Supaya ahli-ahli terjemah sama maklum adanya.

"Dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya." Artinya, bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah Tuhan dari semuanya; Dia yang mengatur, Dia yang mentadbirkan perjalanannya. Dan lagi; "Yang Maha Murah". Atau diartikan juga Maha Penyayang, yaitu artian yang kita ambil untuk nama Allah: ar-Rahman; tidaklah mereka berkuasa berkata-kata kepadaNya." (ujung ayat 37).

Artinya, akan dirasakanlah betapa hebat Kebesaran dan Keagungan Allah Tuhan Sarwa Sekalian Alam pada hari itu. Meskipun hari itu hari nikmat, hari orang yang bertakwa akan menerima ganjaran dan kurnia Ilahi, meskipun bagaimana rasa gembira, namun kebesaran Ilahi itu menyebabkan tiada seorang jua pun yang sanggup bercakap; mulut tertutup semuanya, ditambah lagi oleh rasa terharu setelah menerima nikmat kurniaNya yang tiada tepermanai kemuliaan dan ketinggianNya itu.

يوم يقوم الروح والملائكة صفا لا يتكلمون إلا من أذن له الرحمن وقال صوابا
ذلك اليوم الحق فمن شاء اتخذ إلى ربه مآبا
إنا أنذرناكم عذابا قريبا يوم ينظر المرء ما قدمت يداه ويقول الكافر يا ليتني كنت ترابا

38- Di hari yang akan berdiri Roh dan Malaikat berbaris-baris; tidak ada yang bercakap-cakap, kecuali barangsiapa yang diizinkan kepadanya oleh Yang Maha Murah; sedang dia adalah ber­ kata yang
39- Yang demikian itulah hari yang benar. Maka barangsiapa yang mau, dipilihnyalah kepada Tuhannya jalan kembali.
40- Sesungguhnya telah Kami ancam kamu sekalian dengan azab yang telah dekat; di hari
yang seseorang akan memandang apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya, dan akan berkata orang yang kafir; Alangkah baiknya kalau dahulu aku hanya tanah saja."

Lalu  diuraikanlah  di  dekat  penutup  Surat  betapa  keadaan  Alam  Malakut  atau  Kerajaan  Allah dan Kehebatan kekuasaan Ilahi di saat itu kelak.

"Di hari yang akan berdiri Roh dan Malaikat berbaris-baris." (pangkal ayat 38). Menurut tafsir dari Ibnu  Jarir  ath-Thabari  yang  dikatakan  ROH  dalam  ayat  ini  ialah  Malaikat Jibril  sendirinya, yang disebutkan  juga  Ruhul-Qudus  dan  Ruhul-Amin.  Disebut  dia terlebih  dahulu  lalu  diikuti dengan menyebut malaikat yang banyak; semuanya berbaris-baris menyatakan tunduk kepada Allah; "Tidak ada yang bercakap-cakap, kecuali barangsiapa yang diizinkan kepadanya oleh Yang Maha Murah."

Demikian hebatnya, di ayat 37 orang yang bertakwa tak berani bercakap, sekarang di ayat 38 Roh atau Jibril  dan  Malaikat  yang  banyak  pun  diam  semua;  Kebesaran  Ilahi menyebabkan  mulut terkunci, padahal  nama  Tuhan  yang  disebut  waktu  itu  ialah  "ar-Rahman",  Yang  Maha  Murah, Yang Maha Penyayang; "Sedang dia adalah berkata yang benar." (ujung ayat 38).

Setengah ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud akan dikatakan Roh atau malaikat itu ialah permohonan syafa'at bagi hamba Allah, bilamana Tuhan ada berkenan mengizinkan.

Untuk menghilangkan keraguan dalam hati orang yang imannya baru saja akan tumbuh, datanglah ayat yang selanjutnya: "Yang demikian itulah hari yang benar." (pangkal ayat 39).

AI-Yaumul Haqq; Hari Benar! Hari yang tidak usah diragukan lagi, sebagaimana hidup itu sendiri adalah Benar dan kenyataan, dan maut pun adalah benar dan kenyataan, dan janji-janji Allah semuanya adalah benar dan kenyataan. Semua tak usah diragukan lagi. Dia mesti kita tempuh, dan kita mesti sampai ke sana. Kalau kebenaran hidup telah kita lalui, kita pun melalui kebenaran maut, yang tidak diragukan lagi padanya. Setelah itu akan sampailah ke hari itu, yaitu hari serunai sangkakala ditiup, dan kita semuanya pun berkumpul ke sana buat diperhitungkan. Tak ada jalan lain buat mengelak. "Maka barangsiapa yang mau, dipilihnyalah kepada Tuhannya jalan kembali." (ujung ayat 39).

Karena  sudah  pasti  akan  ke  sana  juga  apakah  lagi  sikap  yang  akan  diambil?  Kalau memang ada kemauan, karena tempoh masih ada, yaitu hidup di dunia ini, tempuhlah jalan itu dengan berani, itu Jalan Allah! Atau jalan kembali kepada Allah. Karena pada hakikatnya, semua makhluk atau semua Anak Adam adalah datang ke dunia ini atas kehendak Allah dan akan pulang kepadaNya dengan panggilanNya jua. Cuma ada manusia yang lupa, dan  lalai  dan  lengah,  sehingga waktunya habis dengan kealpaan. Dan dengan ayat ini kita disadarkan dengan halus oleh Tuhan "Barangsiapa yang mau, marilah kembali ke jalan Tuhan! Tuhan masih menerima kedatangan kembali hamba-Nya yang lengah dan alpa itu."

Kerjakanlah sembahyang; dan dalam sembahyang di tiap rakaat bacalah al-Fatihah, yang terkandung di dalamnya permohonan kepada Allah agar ditunjuki jalan yang lurus: "Ihdinash Shiraathal Mustaqiim."

Dan apabila jalan itu sudah didapat, jangan dilepaskan lagi, jangan membelok lagi kepada yang lain, sebab "garis lurus ialah jarak yang paling dekat di antara dua titik."

Dan ingatlah pula bahwasanya Tuhan pun selalu memanggil kita supaya kembali kepadaNya; "Pulanglah! Kembalilah kepada Tuhanmu, wahai nafsu, wahai jiwa yang telah mencapai ketenteramannya."Tuhan ingin sekali agar kamu datang berkumpul bersama hamba-hamba Tuhan yang sama-sama kembali, dan Tuhan ingin sekali agar semua hambaNya kembali ke dalam syurga yang telah disediakanNya. Sebagai tersebut pada ayat yang terakhir dari Surat 89, Surat al-Fajr.

"Sesungguhnya telah Kami ancam kamu sekaliar, dengan azab yang telah dekat." (pangkal ayat 40). Artinya, sebelum menghadapi hari Perhitungan atau Hari Kiamat itu, ada hari yang lebih dekat lagi, pasti kamu temui dalam masa yang tidak lama lagi. Hari itu ialah hari bercerai dengan dunia fana ini, hari Malaikat-Maut mengambil nyawamu; "Di hari yang seseorang akan memandang apa yang telah dikerjakarn oleh kedua tangannya." Setelah nyawa bercerai dengan badan, maka lepaslah nyawa itu daripada sangkarnya dan bebaslah dia dari selubung hidup fana ini. Maka mulailah kelihatan jelas hari-hari  dan  masa  lampau  yang  telah  dilalui.  

Segala perbuatan yang pernah diamalkan di sini, buruknya  dan  baiknya,  bekas perbuatan tangan sendiri, semuanya kelihatan. Berbesar hati melihat bekas yang baik, bermuram durja melihat catatan yang buruk; manusia mungkin lupa namun dalam catatan Allah, setitik pun tiada yang hilang dan sebaris pun tiada yang lupa; "Dan akan berkata orang yang kafir." Yaitu  orang  yang  di  kala hidupnya hanya  menolak  mentah-mentah  seruan Rasul, dia melihat daftar dosa yang dia kerjakan; "Alangkah baiknya kalau dahulu aku hanya tanah saja." (ujung ayat 40).

Timbullah sesal dan keluhan, pada saat sesal dan keluh tidak ada gunanya lagi; "Kalau aku dahulunya hanya tanah saja, kalau aku dahulunya  tidak  sampai  jadi  manusia, tidak tercatat  dalam  daftar kehidupan, tidaklah  akan  begini tekanan  yang  aku  rasakan dalam kehidupan, tidaklah  akan begini tekanan yang aku rasakan dalam hidupku di alam barzakh ini."

Posting Komentar Blogger